Ibu...
ibu selalu marah saat aku memarahi irfan dan menyuruhnya untuk mandiri, aku menyuruhnya untuk mengerjakan PRnya sendiri , menaruh baju kotorpada tempatnya,bangun tidur sendiri dan berangkat sekolah sendiri. Bukankah itu hal yang wajar untuk dilakukan anak kelas 5 SD? Atau Ibu lupa bagaimana dulu ibu memperlakukanku?
ibu selalu marah saat aku memarahi irfan dan menyuruhnya untuk mandiri, aku menyuruhnya untuk mengerjakan PRnya sendiri , menaruh baju kotorpada tempatnya,bangun tidur sendiri dan berangkat sekolah sendiri. Bukankah itu hal yang wajar untuk dilakukan anak kelas 5 SD? Atau Ibu lupa bagaimana dulu ibu memperlakukanku?
Ibu selalu marah saat aku mengatai irfan bodoh, karena malas
belajar dan tidak mau berusaha dengan PRnya. Apa ibu tidak berfikir bagaimana
dulunya aku?. Dulu setiap aku ada PR dan bertanya kau selalu memarahiku, kau
selalu berkata “bodoh ! otak monyet !” yang menyebabkan aku tidak pernah
bertanya lagi padamu. Tiap aku punya tugas di sekolah dasar aku selalu pergi
kerumah temanku dan belajar bersama kadang diajari ayahnya. Kadang aku juga
bertanya pada tante susi karena saat itu aku itnggal di rumah nenek dan
terkadang aku berusaha semampuku sampai menangis karena merasa sulit.
Apa ibu tau
penderitaanku saat itu? Ya, memang benar makanan selalu tersedia disana tapi
bagaimana dengan ongkos sekolah? Saat itu aku membutuhkan 3 buku tulis saat ibu
datang dan aku memintanya ibu berkata gunakan saja yang ada. Tanpa marah dan
menolak aku menyetujuinya, bahkan aku menacari buku tulis bekas tante ade
kuliah dan siapa tau saja masih ada yang kosong dan aku mendapatkanya. Sehingga
hanya 1 buku aku gunakan untuk 2 pelajaran karena aku menemukan 1 buku dri
gudang samping rumah nenek.
Apa ibu tidak berfikir bagaimana dulunya aku?. Aku selalu
marah saat Irfan meletakan bajunya
sembarangan dan Ibu akan memarahiku balik. Apa ibu tidak ingat? Saat aku
tinggal di rumah nenek, aku mecuci bajuku sendiri, menyikatnya, membilas dan
menjemurnya dan ingat ibu, aku masih 9 tahun dan kelas 5 SD.
Aku hanya diantar 1 kali ke sekolah yang jaraknya cukup jauh
bahkan aku harus menaiki metromini. Saat itu umurku masih 9 tahun bu dan masih
menduduki kelas yang sama dengan Irfan saat ini bahkan irfan berusia 11 tahun
lebih besar 2 tahun darikudan ia seorang Laki-laki bukan perempuan tapi aku tidak sepertinya
yang selalu diantar kesekolah . Aku menaiki metromini 41 dan apa ibu pernah
memikirkan bagaimana aku turun dengan jalannya metromini yang begitu cepat dan terkenal membahayakan? Hari pertama aku pulang
sekolah sendiri , aku menaiki mobil dari
arah yang salah dan untungnya sang kenek
baik hati dan mengembalikan ongkos padaku. Hari kedua saat aku pulang, metromininya begitu sumpek dengan banyak
orang aku mecoba keluar dan menyelip saat metromini mulai berhenti aku melompat
dan hampir saja aku tertabrak mobil di belakangku, kau tahukan ibu, metromini
saat memberhentikan penumpang ia tidak benar-benar berhenti. Saat uang sakuku
habis, aku juga berjalan kaki pulang kerumah kadang aku pulang kerumah nene
dulu karena biasanya nenek akan memberiku duit goceng dan bisa kupakai untuk
naik metromini. Kadang saat ibu dan bapak ga punya uang aku juga pulang pergi
berjalan kaki ke sekolah dan tidak jajan.
Ahhh mungkin itu Cuma masa lalu dan caramu mendidiku dengan
irfan memang sangat berbeda jauh aku selalu di tuntut untuk bisa sedangkan dia
selalu dimanjakan. Kadang aku merasa sangat cemburu saat ibu selalu
mendukungnya dan memanjakannya dan
bertahan dengan kebodohannya. Sedangkan dulu
aku di tuntut untuk pintar karena ibu dan bapak sellau bilang “ibu bapaknya
guru masa anaknya bodoh, malu-maluin!”
mungkin ini bu, ini semua
alasanku mengapa aku selalu marah-marah kepada irfan dan aku ingatkan aku bukan
kejam ! aku bukan jahat aku hanya ingin dia mandiri, bahkan aku yg lebih kecil
dan seorang wanita dulu bisa lebih mandiri dari dia.
tolong bu, Apa karena
saat aku kecil dan belum punya adik , sasa dan irfan hidupku sangat
sejahtera jadi aku harus selalu mengalah
apapun itu pada mereka? Karena mereka pantas untuk bahagia saat ini
sedangkan aku saat kecil sudah pernah merasakan kebahagiaan lebih dulu. Ibu ,,
kau bukan tuhan yang berhak untuk menentukan kebahagiaan.
Kau selalu bebicara tentang psikologis sasa dan irfan, kau
sangat memahami keduanya. Tapi mengapa tidak denganku bu? Kau pernah bilang “sasa
badung sebenrnya dia cari perhatian dan merasa kurang perhatian “ “irfan manja karena dia dulu di telantarin
bapaknya” tapi pernah ga? Sekali ajah ibu bahas bagaimana psikologisku ? ibu
hanya membahas psikologis yang menyakitkan untukku. Ibu selalu berkata “ PAYAH”
ibu sellau bilang “ kamu tuh kaku kaya robot, kaya bapak kamu, g bisa sosialisasi” ibu juga bialng “ kamu tuh
terlalu sensian “ “kamu tuh terlalu jahat sama adik-adik kamu “ “cara bersahabat kamu tuh g asik” “ orang itu selalu
mbutuhkan marketing, pinter siosialisasi” ibu apa pernah icha memukul irfan
tanpa alasan? Memukul sasa tanpa alasan? Aku selalu punya alasan bu dan ibu
selalu berkata apa yg ku lakukan adalah salah. Aku berusaha utuk bisa berbasa-basi dengan orang
lain apa ibu tidak melihat bagaimana usahaku selama ini? Aku selalu bilang aku
butuh sebuah proses tidak bisa langsung menjadi seperti yang ibu inginkan. Apa ibu
tidak perhatikan? Aku a yang dulu sangat jutek bahkan mendapat gelar di smp
seperti itu, begitu sulitnya untuk tersenyum bagiku ibu dengan keadaan ibu dan
bapak yan selalu bertengkar. Tapi sekarang
aku sudah bisa tersenyum sudah bisa mengespresikan hatiiku dan sudah bisa
bergaul dengan orang lain walau tak pintar dan sehebat ibu. Tapi ibu tetap
bilang aku payah, kaku dan sebagainya.
Apa yang kurang dariku ibu? Aku selalu menuruti kemauanmu,
kau minta aku untuk berubah, aku ubah diriku. Kau minta aku untuk menjadi yang
kau mau aku turuti walau tak sesuai dengan prinsipku. Aku kadang lelah namun
buka berati menyerah. Namun aku bukan
cermin dirimu bu, aku punya karakter sendiri dalam diriku, aku bukan fotokopimu
yang dilahirkan dengan keinginan sikap dan tujuan yang sama. Aku hanya anakmu
bu, anak yang selalu berusaha menjadi yang terbaik dan membanggakanmu. Tolong berhenti
menuntutku dan pikirkan kembali mengapa aku bersikap seperti itu kepada sasa
dan irfan. Semuanya beralasan bu, tolong lihat dibalik sikapku jangan hanya
lihat di bagian awalnya saja, kau akan sellau menyesal jika hanya melihat dari
satu sisi saja.
Ini yang selalu ingin icha bilang ke ibu, alesan-alesan
dibalik sikap icha, mungkin suatu saat nanti ibu akan membacanya. Icha hanya
bisa berkata disini karena setiap kata yang keluar dari diri icha tak pernah
ibu indahkan bahkan ibulah yang paling benar dan icha tak berhak ntuk
beralasan. Jika ibu benar-benar membacanya suatu saat nanti, icha Cuma pengen
ibu tahu kalau icha sayang banget sama ibu, ibu adalah ibu yang hebat ,
seberapapun icha mencoba belum tentu icha sehebat ibu. Icha ga dendam sama ibu
hanya saja dimasa depan icha akan menjadi ibu yang lebih baik dari ibu dan
tidak akan melakukan hal yg sama kepada anak icha, karena itu menyakitkan icha
pernah di posisi itu. Icha harap ibu akan membacanya dengan tersenyum bukan
menangis karena penyesalan. Ibuku yang cantik terima kasih, telah menjadikanku
kuat, lebih kuat dari yang lain. Kau wanita hebat yang terus membuatku menangis
namun tetap mencintaimu sampai akhir. Maafkan anakmu ini yang tidak bisa
menjadi yg kau inginkan Icha sayang Ibu